CERPEN 2. MIMPI


MIMPI

Dia kembali padaku, setelah setahun dia pergi tanpa memberi aba-aba terlebih dahulu. Pagi ini dia menelpon tanpa rasa malu, dia bilang rindu dan ingin bertemu. Dia membahas masa lalu yang dulu sengaja dia buang jauh. Perasaan terlampau dalam, yang sudah lama dipendam, kembali dia gali, seakan dia tak punya sesuatu yang patut disesali.

Setelah kepergianmu hari itu, kamu tak pernah memberiku pesan. Bahkan untuk bertanya kabar, tak pernah lagi kamu lakukan. Kamu yang dulu menghilang tanpa ucapan perpisahan, sekarang kembali datang tanpa sungkan. Tapi, tahukah dirimu?  Kamu adalah sumber dari dua hal yang menjadi satu, kamu sebuah alasan dalam bahagia yang tak terdefinisikan, sekaligus alasan yang bisa menjadi sumber luka terdalam sampai aku tak punya kata untuk menjelaskannya.

Entah dimana logika yang aku punya, tapi hari ini aku berani untuk menemuinya. Degup jantung yang mulai tidak beraturan entah karena luka yang pernah ada atau bahagia yang sekarang tengah aku rasa. Rasa rindu menjadi menggebu saat sedang menunggunya di halte depan kantorku. Sambil melihat lalu lalang kendaraan, terbayang dirinya yang kembali tersenyum padaku, senyum itu yang selalu menenangkan bagai candu. Kadang aku suka berpikir, magic apa yang dimilikinya hingga mampu membuatku jatuh terpesona.

“Disya! Heiii..”

Suara itu membuatku tersadar dari lamunanku, suara yang tak asing namun terlampau samar karena sudah lama sekali aku tak mendengarnya. Aku segera menoleh ke asal suara itu. Tepat, itu memang dirinya, wajah itu selalu melekat dalam kepalaku menjelma bayangan, yang sejak lama tak pernah kembali kutemukan, dan hari ini seperti sebuah keajaiban. Tanpa sadar aku berlari kecil untuk menghampirinya. Jarak yang tak dapat dilihat seberapa jauhnya, sekarang hanya setengah langkah di hadapanku.

“Apa kabar Disyaaa?”
Sapaan ramah dari dia yang masih diatas jok motor dengan tangannya yang seketika mengelus lembut kepalaku  dan bodohnya aku justru diam terpaku.

            “Hei, ada apa? Ayo naik!”
Orang ini bisa-bisanya dia bertanya ada apa, dia selalu terlihat tenang, memang sepertinya hanya hatiku yang berdebar.

“Iya nih naik Han haha” ucapku.
Makin nggak karuan, aku malah tersenyum terbawa suasana yang sudah lama hanya menjadi angan.

“Udah siap?”

“Mau kemana?”

“Jalan-jalan dulu, kayak biasa..”
Biasa Han? Setahun menghilang tanpa kabar, lalu memutar kembali kenangan kamu bilang biasa?

“Baiklah, aku ikut saja”

Raihan ini selalu bersikap tidak pernah terjadi kesenggangan apapun, aku bisa gila jika memikirkan apa yang tidak pernah dia pikirkan. Jadi biarlah aku menjalani hari ini bersamanya dan biarlah waktu yang menjawab hal yang akan menjadi hasil akhir antara aku dengannya. Berada di belakang punggungnya bersama angin malam adalah hal biasa yang rasanya luar biasa, sebab secara langsung aku bisa berkata dalam diam, bahwa aku sungguh-sungguh mencintainya. Ya, walaupun dia tidak akan pernah bisa mendengarnya, tapi tetap saja aku ingin menghentikan waktu saat ini juga.

   “Sudah sampai”

   Aku sudah mengira Raihan akan membawaku ke tempat ini, tempat dimana segala kenangan tertinggal. Tempat yang biasa aku datangi sendiri saat merindukannya.

Tunggu bentar ya Dis, aku beli cemilan dulu”

“Okey, jangan lama!”


“Nih Dis bapao ayam kesukaanmu”

“Masih inget kamu Han?! Terima kasih”

“Iya sama-sama, kamu masih suka lihat bulan seperti ini Dis?”

“Iya, selalu”
Sebab saat aku sadar bahwa aku mencintaimu tepat di tempat ini dan bulan menjadi saksi atas itu Han.

“Disya, maaf aku harus segera pergi..”

“Kamu bicara apa Han? Pergi kemana lagi?”

“Disya, jaga dirimu baik-baik, aku harus per…”
-
*TRING TRING TRINGGG TRINGGG*
            Huhhh
Sekarang pukul empat pagi, dan aku memimpikan dirinya lagi. Hal itu membuat mataku terbelalak sesaat terbangun dari tidur. Mimpi bersamanya yang terjadi akhir-akhir ini membuatku merasa sedikit frustasi. Mimpi yang menyenangkan sekaligus menyakitkan. Di satu sisi aku merasa bahagia karena bertemu dengannya lagi, tapi di sisi lain terlalu perih sebab dia meninggalkanku untuk ke sekian kali.

Menyenangkan bertemu denganmu dalam mimpi, tapi seindah apapun mimpi tetap saja itu hanya sebuah mimpi. Han, bahkan dalam mimpi pun kamu hendak pergi meninggalkanku. Han, aku benci dengan kata andai, sebab sebuah perandaian seperti menyatakan sebuah ketidakmungkinan. Tapi Han, satu kalimat andai yang selalu ku semogakan adalah “andai aku bisa bersama denganmu, lagi”.

Aku masih menyukaimu Han, rasa itu aku tak tau cara menghilangkannya. Tiap hari selalu ada waktu terselip, teringat kembali ke masa itu. Aku tidak punya harapan besar Han, aku juga sengaja tidak mencarimu lagi. Sebab aku tahu, kamu meninggalkanku karena kemauan-mu.

  ~Tamat~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#ReviewDrakor Rekomendasi Drakor Part. 1

#TulisanGabut3 UNTUK SESEORANG YANG LAGI STUCK SAMA HIDUP

#ReviewFilm REKOMENDASI FILM PSIKOPAT